Senin, 28 April 2008

Cari Muka, Ngapain?

Mengenali Idiom dalam Komunikasi

A : Lihat tuch, si Yuni mulai cari muka sama dosen.

B : Kurang kerjaaan ya? Cari muka? Bukankah masing-masing kita sudah punya.

A : Ih...ih...tahu tidak kamu, makan hati aku dibuatnya.

B : Enak dong makan hati. Pantas saja beratmu tak pernah berkurang. Kamu senang makan hati sih.

A : (bingung) kamu bicara apa sih?

B : aku kan merespon semua yang kamu katakan.

A : ( ’_’ )

Bagaimana rasanya jika orang yang kita ajak bicara tidak mmengerti idiom yang kita gunakan? Kecewa bukan? Dan saya yakin kamu pasti sudah mengenal banyak idiom. Sering kali idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam bahasa ndonesia. Namun sesungguhnya idiom memiliki pengertian yang lebih luas dari peribahasa.

Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimang dari kaidah-kaidah umum bahasa, biasanya berbentuk frasa, sedang artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

Kita harus mempoisisikan diri sebagai penutur aslinya. Sebab sudah diterangkan sebelumnya, bahwa makna idiom tidak bisa langsung dimaknai dari makna kata-kata yang menyusunnya. Makna idiom akan sangat jauh berbeda dari makna gabungan kata yang menyusunnya. Idiom bersifat tradisional dan bukan bersifat logis, maka idiom harus dipelajari dari pengalaman dan bukan dari peraturan umum bahasa.

Gabungan kata dalam idiom memiliki beberapa kriteria yang membedakan dengan nomina majemuk. Perbedaannya yaitu

* Pertama, makna nomina majemuk masih dapat ditelusuri secar langsung dari kata-kata yang menyusunnya, sedang makna idiom tidak dapat ditelusuri dari makna kata-kata yang menyusunnya.

* Kedua, urutan kata dalam idiom seolah-olah tidak dapat ditukar, karena komponennya sudah menjadi satu.

* Ketiga , nomina majemuk pada umumnya terdiri atas dua kata, sedang idiom bisa lebih panjang seperti mati satu tumbuh seribu yang kebetulan berupa pribahasa.

Pastikan kita pandai menggunakan idiom dalam komunikasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti percakapan tersebut di atas.

Kata-kata Percakapan dalam Sastra (Puisi)

Membuat puisi tak sulit, kok....

Pada sebuah harian, pernah kudapati sebuah karya (puisi) yang ditulis dengan kata-kata percakapan. Meski demikian tidak mengurangi nilai estetis karya tersebut. Berikut karya seseorang yang sangat gemar membuat puisi bermahzabkan Puitik Romantic

Sebuah SMS

Di seberang sana, terbayang

dirimu dalam bingkai rinduku

lalu, ada juga di sini rinduku

yang meluap

terkirimlah sebuah SMS

untukmu

“Apa kabarmu?”

ya, sebuah pertanyaan yang kutitipi sebuah risalah rindu

tertiup, sepoi—untukmu yang

jauh di sana, sang kekasih.

Lalu, pagi itu

kau meneleponku lewat ponsel

genggammu

maka buncah sudah anak rindu

yang seminggu lalu menohoki

rahang jantung-jantungku, kalau

aku senang dengar

suaramu

mungkin itu wajar?karena

antara kau dan aku,

saling sama rasa,

sudah saling mengepakkan

rindu.kalau tak ada,

perlu kita bertanya lagi dalam

hati kita (?)

Kita lantas melanjutkan mushaf-

mushaf rindu

pada abjad (dalam sebuah layar,

biru)—yang bisu

meski kau disana, dan kau

kirimkan kata-katamu

lewat abjad

namun hatiku dan semua

kejernihan jiwaku

tlah menerjemahkan bentuk-

bentuk kata yang kau ucap

seperti apapun bahasamu, yang

tergores, tetap kupahami

maksud hatimu

bahwa, ternyata masih ada rindu

dalam kesunyian cinta kita.

Jogjakarta, 16 Januari 2006 oleh Anam Khoirul Anam

Benar bukan, meski kata-kata yang terangkai dalam puisi tersebut merupakan kata-kata percakapan, namun mampu menjaga keindahan dan maknanya.

Kata percakapan (Keraf,2006:107) kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Bahasa percakapan yang dimaksud di sini melebihi cakupan pengertian kata-kata populer dan bentuk konstruksi-konstruksi idiomatis. Tetapi mencakup pula kata-kata yang tidak umum (slang) yang dipakai golongan tertentu saja.

Singkatan prof, dok, kep,bang,dan untuk menyebut profesor, dokter, kapten, abang, dan komandan, juga termasuk dalam ragam kata percakapan.

Perhatikan kata mushaf, kata tersebut mungkin tidak asing bagi kalangan santri. Begitupun dengan sapaan apa kabarmu?. Bila di baca kembali, puisi tersebut cenderung pada bentu puisi naratif. Puisi yang mengalirkan cerita, pengalaman batin dan jiwa penulisnya. Ini membuktikan dengan kata-kata yang biasa kita gunakan dalam percakapan sehari-hari pun puisi dapat lahir. Sudahkah kamu menceritakan ide, pikiran, maupun perasaan kedalam sebuah karya? Mau menunggu sampai kapan? Menulis bisa membebaskanmu dari belenggu rasa dalam jiwa. Ayo ciptakan karyamu!!! Jangan takut salah pilih kata. Keberhasilan hanya untuk mereka yang berani. Berani berbuat salah dan tak akan pernah mengulangi kesalahan yang sama. Berekspresilah!!! Dalam hidup, ekspresi kita juga memegang andil besar pada keberhasilan dan kebahagiaan kita.☺

SELAMAT BERKARYA.....

HIDUPLAH MENGADA!!! BUKAN SEKADAR ADA!!!

TAPI JUGA JANGAN MENGADA-ADA!!!!

TERSENYUMLAH, hanya itu yang bisa membuatmu bahagia!

Sebuah renungan bersama.

Siapa orangnya yang tidak senang melihat paras yang selalu menampakkan keramahan, kesahajaan yang tercipta dari sebuah senyuman. Saya pernah membaca bahwa tertawa yang wajar itu laksana ”balsem” bagi kegalauan dan ”salep” bagi kesedihan. Pengaruh senyuman tersebut sangat kuat untuk membuat jiwa bergembira dan hati berbahagia. Tentu saja bukan bagi si pemilik senyum, melainkan penikmat senyum tersebut.

Kita lebih senang melihat wajah yang selalu menampakkan keceriaan, kelapangan dada, kewibawaan perangai dan kemurahan hati, daripada wajah yang penuh kemurungan dan kesusahan bukan? Tentu saja. Mengapa? Karena kita seakan terbawa pada suasana hati si pemilik senyum itu. Maka buatlah orang sekitar kita bahagia dengan senyuman termanis yang kita miliki. Tapi, tentu saja senyum terindah adalah senyuman yang lahir dari hati yang tulus. Niscaya bila berasal dari hati pasti mengena di hati pula. Pun jangan sekali-kali senyum karena kesusahan orang lain (menghina) atau senyum kesombongan. Ingat kawan, senyum di depan saudara adalah sedekah. Tidak sulit bukan untuk mendapatkan pahala? Pasti kamu akan merasa bahagia.

Selasa, 15 April 2008

Bahasa Artifisial, apaan tuch?

Pasti kita pernah membaca kalimat yang ditulis seseorang seperti,

Aku melihatnya mengeluarkan butiran mutiara yang selama ini tersimpan dalam. setiap waktu senyum selalu menghiasi parasnya. namun ketika orang yang berjuang melahirkannya kedunia itu harus tidur untuk selama-lamanya, aku baru tahu sisi lain dirinya.

sebenarnya kalimat tersebut dapat saja berbunyi,


Aku melihatnya mengeluarkan air mata ( menangis)yang selama ini tersembunyi. keceriaan selalu ia tampakkan. namun ketika ibunya meninggal, aku baru tahu sisi lain dirinya.

Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni(Keraf,2006:110). Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. kecenderungan penggunaan bahasa artifisial adalah menunjukkan maksud secara tudak langsung. bahasa artifisal banyak kita jumpai di prosa maupun puisi/lirik, dan jarang di gunakan pada percakapan sehari-hari. Bahkan pada penulisan ilmiah, bahasa ini justru sangat dihindari sebab akan menumbulkan beragam pemaknaan.

jika kita menggunakan bahasa tulis (terutama) haruslah mengutamakan penyampaian maksud (bagaimana dan apa yang ditulis), bukan bagaiamana menyusun kata/ menulis

Senin, 14 April 2008

Mengenal Kata Indria

Masih ingat hal-hal yang harus diperhatikan agar kita bisa mencapai ketepatan pemilihan kata dalam mengungkap gagasan, ide, perasaan dan pengalaman pada orang lain? Satu diantara hal tersebut adalah penggunaan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi khusus.

Kata-kata indria adalah kata-kata yang menggambarkan, menyatakan pengalaman manusia yang diterima atau dicerap oleh panca indria. Maka dihasilkan cerapan kata indria penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, dan penciuman. Maka penggunaan kata khusus indria ini akan memperlihatkan daya guna sebuah kata terutama dalam membuat sebuah deskripsi.

Setiap indria memiliki kata-kata khusus untuk mengungkapkan pengalaman ataupun penghayatan melalui masing-masing indria. Kata-kata dari masing-masing indra itu adalah:

Penglihatan : pijar, terang, gelap, pucat, pudar, mengkilap, keemas-emasan, keruh, hitam, jernih, putih, merona, kelam, menakutkan, berkilau, dan sebagainya.

Pendengaran : ramai, sunyi, sepi, gemuruh, riuh, dgaduh, berisik, mendengkur, bersiul, merdu, bersenandung, bising, desau, desir, merengek, menjerit, gemertak, gemerincik, gelegar, dentum, kicau, dan sebagainya.

Peraba : halus, kasar, licin, rata, dingin, panas, sejuk, lembab, basah, kering, kesat, kenyal, keras, dan sebagainya.

Perasa : manis, asam, asin, pahit, kecut, pedas, dan sebagainya

Penciuman : busuk, pesing, apak, tengik, basi, anyir dan sebagainya.

Meski demikian, adakalanya hubungan antara indria yang satu dapat dirasa sangat dekat dengan indria yang lain. Sehingga kata yang sesungguhnya merupakan kata dalam satu indria dapat digunakan untuk menggambarkan pengalaman yang diterima oleh indria yang lain. Gejala semacam ini disebut SINESTESIA. Misalnya apa yang dihayati oleh indria perasa dikenakan pula pada indria penglihatan dan pendengaran begitu saja. Dengan begitu, kata yang sebelumnya erat dengan indria perasa, dapat dihubungkan dengan indria penglihatan dan pendengaran, misalnya:

Gadis itu tersenyum manis padaku (1)

Tutur katanya manis (2)

Kata manis yang berkaitan erat dengan indria perasa, pada kalimat 1 dihubungkan dengan indria penglihatan. Sedang pada kalimat kedua kata manis dihubungkan dengan indria pendengaran. Bagaimana dengan kalimat berikut.

Sorot matanya begitu tajam (3)

Kata-katanya tajam menusuk hati sang Bunda (4)

Tentu kamu dapat mengetahui dan mengerti hubungan antara indria apa yang ada pada dua kalimat tersebut. Meski ada gejala (sinestesia) yang diperbolehkan, sebaiknya kita mulai dekati kamus dan mencari makna tiap kata agar penggunaan kata-kata indria tetap mengacu pada pengalaman dan penghayatan salah satu pancaindria. Sehingga daya guna kata tidak berkurang. Pemilihan kata pun dikatakan tepat.

Mengenal Kata Indria

Masih ingat hal-hal yang harus diperhatikan agar kita bisa mencapai ketepatan pemilihan kata dalam mengungkap gagasan, ide, perasaan dan pengalaman pada orang lain? Satu diantara hal tersebut adalah penggunaan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi khusus.

Kata-kata indria adalah kata-kata yang menggambarkan, menyatakan pengalaman manusia yang diterima atau dicerap oleh panca indria. Maka dihasilkan cerapan kata indria penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, dan penciuman. Maka penggunaan kata khusus indria ini akan memperlihatkan daya guna sebuah kata terutama dalam membuat sebuah deskripsi.

Setiap indria memiliki kata-kata khusus untuk mengungkapkan pengalaman ataupun penghayatan melalui masing-masing indria. Kata-kata dari masing-masing indra itu adalah:

Penglihatan : pijar, terang, gelap, pucat, pudar, mengkilap, keemas-emasan, keruh, hitam, jernih, putih, merona, kelam, menakutkan, berkilau, dan sebagainya.

Pendengaran : ramai, sunyi, sepi, gemuruh, riuh, dgaduh, berisik, mendengkur, bersiul, merdu, bersenandung, bising, desau, desir, merengek, menjerit, gemertak, gemerincik, gelegar, dentum, kicau, dan sebagainya.

Peraba : halus, kasar, licin, rata, dingin, panas, sejuk, lembab, basah, kering, kesat, kenyal, keras, dan sebagainya.

Perasa : manis, asam, asin, pahit, kecut, pedas, dan sebagainya

Penciuman : busuk, pesing, apak, tengik, basi, anyir dan sebagainya.

Meski demikian, adakalanya hubungan antara indria yang satu dapat dirasa sangat dekat dengan indria yang lain. Sehingga kata yang sesungguhnya merupakan kata dalam satu indria dapat digunakan untuk menggambarkan pengalaman yang diterima oleh indria yang lain. Gejala semacam ini disebut SINESTESIA. Misalnya apa yang dihayati oleh indria perasa dikenakan pula pada indria penglihatan dan pendengaran begitu saja. Dengan begitu, kata yang sebelumnya erat dengan indria perasa, dapat dihubungkan dengan indria penglihatan dan pendengaran, misalnya:

Gadis itu tersenyum manis padaku (1)

Tutur katanya manis (2)

Kata manis yang berkaitan erat dengan indria perasa, pada kalimat 1 dihubungkan dengan indria penglihatan. Sedang pada kalimat kedua kata manis dihubungkan dengan indria pendengaran. Bagaimana dengan kalimat berikut.

Sorot matanya begitu tajam (3)

Kata-katanya tajam menusuk hati sang Bunda (4)

Tentu kamu dapat mengetahui dan mengerti hubungan antara indria apa yang ada pada dua kalimat tersebut. Meski ada gejala (sinestesia) yang diperbolehkan, sebaiknya kita mulai dekati kamus dan mencari makna tiap kata agar penggunaan kata-kata indria tetap mengacu pada pengalaman dan penghayatan salah satu pancaindria. Sehingga daya guna kata tidak berkurang. Pemilihan kata pun dikatakan tepat.

Minggu, 13 April 2008

Saatnya berekspresi !!!

Aku kembali

Dara, aku kembali setelah sekian lama

Tuk penuhi janji

Namun kini

Kala kejenuhan merantaimu

Saat kesedihan memeluk kesendirianmu

Ketika tak lagi mampu kau tepis rasa rindu

Mampukah ku kembalikan ceria itu?

Dara, usap air matamu

Tak mampu ku lihat luka itu

Yang mengaburkan senyum manis

Yang menghitamkan auramu

Dara, tiap malam ku rasakan apa yang kau rasakan

Karena aku tetap aku yang kau kenal

Jangan tutup pintu hatimu

Bukalah untukku

Karena aku ada di situ

Pada langit tinggi

Pada langit tinggi, kulukis teduh parasnya. Setiap saat, kapan pun ku bisa kagumi. Ku mampu kikis rindu kalbu.

Pada langit tinggi, ku kaitkan seluruh harap. Nanti kan tiba tatap hapus pengap. Usap hati, cemerlang bak bebintang.

Pada tinggi langit ku adukan sgala sakit, luka dalam dan menganga. Bekasnya selalu inginku sirna. Jauh sebelum ku akhiri masa.

Kembali donk!!!

Mengapa kau menghilang.

Setelah bawaku terbang menerawang.

Kalau berani, sini.

Buatlah nyata seluruh imaji.

Mengapa kau bungkam.

Sebelumnya kau mampu menghipnotisku

dengan maut rayumu.

Hatiku telah lebam.

Datanglah!!!!biar ku hantam.

Mengapa tak berani ’tuk tunjukkan diri?

Padahal dulu berlagak bak ksatria sejati

Ah…dasar kau lelaki

Di mana mata hatimu??

Tak kan pernah mampu hatimu mendengar semua gundahku

Tak kan pernah mampu matamu membaca tiap kata rangkaikan lara

Tak kan pernah mampu !!!!!

Karena kau dingin seperti air yang membatu dan tak tahu malu